Liberate my mind.

March 28, 2018


Salah satu dari target 2018 saya adalah memperbaiki pikiran. Setelah di renungkan dalam-dalam, saya menyadari kalau pusat dari segala sesuatu itu ada dalam pikiran, tidak peduli bagaimana keadaan di lingkungan sekitar kita, yang menentukan senang, sedih, derita, bahagia, adalah persepsi dalam kepala setiap manusia itu sendiri. Contoh : hujan yang turun bagi beberapa orang adalah sumber kesedihan karena dia berpikir dirinya akan basah kuyup, tapi bagi beberapa orang lainnya hujan adalah berkah yang turun dari langit sehingga ia menjadi senang. Sedih dan bahagia ternyata hanya adalah masalah cara pandang.


Dalam hal diri saya, saya menyadari betul bahwa selama ini saya menyimpan banyak pikiran tidak sadar dan kepercayaan yang salah dalam kepala saya. Banyak ketakutan-ketakutan yang membelenggu dan membatasi ruang gerak saya, sampai suatu hari saya berpikir kalau semua itu adalah imajinasi dalam pikiran saya. Ketakutan yang saya takuti itu bahkan adalah sesuatu yang belum pasti dan tidak ada yang tau. Betapa bodohnya. Tidak mudah memang bagi saya untuk melenyapkan seketika pola pikir yang sudah bercokol sekian belas tahun dalam otak saya, namun tahun ini saya belajar untuk membuka pikiran saya lebih luas lagi. Contoh, dulu saya takut bepergian sendirian apalagi ke tempat yang belum saya kenal dan menggunakan moda transportasi yang tidak familier. Mungkin karena pengaruh lingkungan keluarga juga yang sejak dulu selalu merawat saya baik-baik, menurut saya faktor pendidikan di keluarga terutama cara orangtua dalam men'treat' anak adalah hal yang berpengaruh signifikan terhadap mentalitas anak itu sendiri. 

Ibu saya adalah wanita yang sangat baik dan penyayang, saking baiknya rasanya ibu saya tanpa sadar menjadi orang yang mengatur segala sesuatunya dan mencurahkan sangat banyak kasih sayang, mungkin maksud beliau baik yaitu ingin membahagiakan hati anak, namun ternyata saya sendiri merasa ketika SMP dan SMA tumbuh menjadi anak yang kurang mandiri karena dalam mindset saya pengatur ini itu adalah ibu saya, saya jadi tidak berani mengambil kesempatan ekstrim karena merasa kurang percaya diri. Pun, saya perhatikan pada teman-teman sekitar saya, anak yang ibunya sangat 'menyayangi' dia secara berlebihan cenderung tumbuh menjadi kurang percaya diri. Ini ada korelasi nya dengan bidang psikologi, saya pernah lihat di TV kalau sejak kecil apa-apa selalu di bantu, pakai sepatu selalu di pakaikan, pakai kancing selalu di kancingkan, makan selalu di suapi, maka tanpa sadar kasih sayang yang amat sangat itu ikut membentuk mental si anak menjadi kurang percaya pada dirinya karena dalam pikirannya ada yang selalu membantunya. Saya sama sekali tidak bermaksud menyalah kan ibu saya dalam hal ini. Sama sekali tidak, justru saya berterimakasih. Pada akhirnya saya sendiri adalah orang yang harus bertanggung jawab dengan hidup sendiri, termasuk merubah diri dan pola-pola salah yang sudah terbentuk di pikiran saya.


Beberapa waktu lalu saya berusaha merubah mindset saya terhadap segala sesuatu, saya memberanikan diri untuk pergi menggunakan kereta sendiri (ini kedengarannya cupu banget yah, but its okey se enggaknya mulai melangkah dari yang kecil-kecil dulu :). Kalau dulu tiap saya masuk stasiun sendiri tuh kayak langsung bingung aja gitu takut salah naik dan gak hafal rute, sekarang saya rubah pikiran saya menjadi : "ayok mus kita berpetualang! hidupi nih masa muda kamu. Kalau nyasar ya belajar. Pertama pahami dulu rute-rutenya sebelum berangkat." Ternyata guuuuuuuuuuys, karena pikiran saya yang berbeda. saya menjadi lebih tenang, dan kabar baiknya ternyata gak sesulit yang di bayangkan kok. Jadi ternyata dulu saya itu udah parno duluan, takut ini-itu, jadilah sebelum mulai apa-apa udah gak bisa mikir duluan. Saya punya qutoes bagus banget yang jadi favorit, katanya begini :
" Fear doesn't exist, until you create it."
Artinya selama ini sayalah yang menciptakan batasan-batasan saya sendiri. Mungkin orang di luar sana yang tau kebodohan-kebodohan hidup yang pernah saya lakukan akan menjudge betapa saya sudah menyia-nyiakan banyak waktu untuk hal tidak berguna, silahkan judge sesuka hati. Tapi bagi saya, ini adalah jalan yang memang harus di lalui karena setiap orang memang punya waktu 'sadar' nya masing-masing. Akan ada waktu dimana suatu hari seseorang mengatakan "oh man, dulu saya ngapain sih." Dan waktu untuk menyadari dan berkata seperti itu tidak bisa di paksakan datangnya, mau ada berjuta orang yang nabok dia buat menyadarkan, kalau belum waktunya ya gak akan sadar. Every flowers will bloom on the right time.


Tahun ini saya lebih membuka diri saya untuk melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru. Saya sudah cukup puas dengan fase hidup santai yang pernah saya jalani dulu, santai itu enak saya akui, tapi yang namanya manusia itu punya rasa bosan, termasuk dalam menjalani hidup santai, karena menurut saya manusia itu sejatinya di ciptakan Tuhan untuk terus berkembang dan mempelajari sesuatu. Sekarang adalah waktunya hidup sibuk dan terus bertumbuh. Weekend ini saya tidak pulang kampung, padahal ini long weekend. Semua teman-teman Bandung saya pulang, apakah saya bete? yes. Apakah saya akan membiarkan diri saya berlarut dalam ke-bete-an? NO. Jadi daripada saya sedih sendiri dengan pikiran saya, saya memutuskan untuk membuat weekend ini menjadi super menarik. Saya tidak pernah 'solo travel', dan weekend ini saya punya tempat yang akan coba saya kunjungi sendiri dengan kamera saya. Hehehehehe. God always with us!

Love,
Mus :)

You Might Also Like

0 comments